Sabtu, 22 Agustus 2009

Kekuatan Cinta Adut (artikel lomba BFBA-BFCG)

Kekuatan Cinta Adut

Lisa dan Willy adalah pasangan muda yang sudah lama bertunangan dan akan segera menikah. Namun, rencana pernikahan mereka harus kandas lantaran Willy meninggal, seminggu sebelum hari pernikahannya. Willy yang semasa hidupnya amat menyukai binatang perliharaan, ternyata terlahir kembali sebagai seekor anak anjing peliharaan Ibu Grambel, yaitu seorang janda tua yang hidup sendiri dan bertempat tinggal di sebelah rumah Lisa.

Sementara tunangannya Willy menjalani hidupnya sebagai seekor anjing, Lisa sang penulis novel akhirnya menerima tawaran bosnya untuk mengambil cuti dalam beberapa minggu guna menenangkan dirinya. Selama liburannya di rumah, Lisa menjadi lebih mengenal dekat para tetangganya. Satu hal yang membuatnya terhibur adalah seekor anak anjing Ibu Grambel yang baru saja lahir, dan tak lain adalah kelahiran kembali dari tunangannya itu. Akhirnya kekuatan cinta mereka menyatukan mereka kembali, walaupun dalam wujud yang berbeda. Lisa yang sebelumnya tidak menyukai seekor anjing, ternyata telah jatuh hati dengan makhluk lucu yang selalu menyapanya itu. Ia pun kemudian memelihara dan merawat anak anjing itu dirumahnya. Peliharaannya itu diberi nama Adut, yang artinya ‘Anjing Gendut’. Selama tinggal bersama Adut, banyak kejadian aneh yang selalu mengingatkan Lisa tentang tunangannya. Perihal prilaku Adut yang sepertinya tahu banyak tentang kebiasaan dan kesukaan Lisa. Keanehan prilaku anjingnya itu semakin menjadi, ketika Victor sahabatnya semasa kuliah muncul dan mulai berusaha mendekati Lisa. Apa pun yang dilakukan Victor demi merebut hati Lisa sepertinya tidak disukai Adut. Adut pun selalu uring-uringan jika Victor datang menemui Lisa di rumahnya ataupun mengajaknya pergi untuk makan malam bersama. Kelakuan Adut terhadap Victor semakin lama membuat Lisa kepusingan. Sampai suatu ketika Lisa sempat berniat membuang dan menelantarkan Adut, karena perbuatannya yang dengan sengaja menggigit tanganVictor, ketika Victor berusaha mencium Lisa. Namun, sekali lagi karena didasari oleh kekuatan cinta, Lisa pun tidak tega dan mengurungkan niatnya untuk membuang Anjing peliharaannya itu.

Bulan demi bulan berlalu, Adut pun bertambah tinggi dan besar, namun ketidaksukaannya terhadap Victor masih saja berlanjut. Terlebih lagi ketika mengetahui niat Victor untuk melamar Lisa, membuat Adut semakin gerang dan memaksa Lisa untuk selalu bertemu Victor di luar rumahnya. Walaupun, Lisa masih dibayang-bayangi oleh sosok mantan tunangannya, namun lama kelamaan hati Lisa pun mencair berkat rayuan kata-kata manis Victor. Keputusan Lisa untuk menerima lamaran Victor membuat Adut jadi sakit-sakitan, anjing itu pun menjadi pendiam dan tak lagi memusingkan kehadiran Victor di rumahnya. Adut yang sepertinya telah kehilangan gairah hidup dan hanya bisa tidur terdiam di dalam kandangnya, seakan-akan merelakan dan mengerti perasaan majikannya. Waktu pun berlalu, dan hari pertunangan akhirnya tiba. Di akhir pesta pertunangannya Victor mabuk berat dan secara tidak sadar mengucapkan sesuatu perihal kematian Willy yang juga sahabatnya semasa kuliah. Dengan sembarangan, Victor menceritakan rasa cintanya yang lama ia simpan terhadap Lisa, dan rasa sakit hatinya kepada Willy ketika datang ke rumahnya untuk mengantarkan undangan pernikahannya dengan Lisa, pada hari dimana Willy mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Sambil gembira dan tertawa lebar, Victor dengan bodohnya mengatakan rahasia yang seharusnya ia simpan rapih. Sebuah rahasia besar, dimana ia telah mencapurkan obat tidur pada minuman yang disuguhkannya kepada Willy. Seketika mendengar hal itu Lisa menjadi garang, dan pergumulan di antara mereka pun terjadi di luar rumah, sampai akhirnya satu buah mobil melintas dan akan menabrak Lisa. Namun, saat itu Adut telah bebas dari kandangnya dan berhasil menyelamatkan Lisa. Karena terbentur aspal Lisa pun pingsan dan tidak mengetahui kalau anjingnya itu telah mati menyelamatkannya. Kemudian karena perbuatan baik yang dilakukan Willy sebagai seekor anjing, Willy pun diberi kesempatan untuk menemui Lisa di alam bawah sadarnya, dan memberitahukan atas semua yang telah terjadi. Dengan mengucapkan selamat tinggal dan mendoakan semoga selalu bahagia, sosok Willy pun lenyap bersamaan dengan cahaya yang membuka pelupuk mata Lisa. Setelah sadar dari pingsan, Lisa pun akhirnya memutuskan pertunangannya dengan Victor.

By. Selfy Parkit

Dhammatalk Bersama Ajahn Brahm

Setelah menunggu selama hampir 2 tahun, akhirnya pada tanggal 20 Februari 2009 tepatnya hari sabtu di Pantai Indah Jakarta, Yayasan Ehipassiko yang saat itu bekerja sama dengan BFI (Buddhis Fellowship Indonesia) berhasil menyelenggarakan Dhammatalk dengan pembicara bhikkhu berkebangsaan Australia, Ajahn Brahm. Dhammatalk ini sebenarnya tidak hanya diselenggarakan di Jakarta saja. Dengan bekerja sama oleh berbagai lembaga lokal di setiap kota, Yayasan Ehipassiko berhasil menyelenggarakan Dhammatalk tersebut di berbagai kota seperti, Palembang, Sukabumi, Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar. Sebagai yayasan penerbit yang telah menerbitkan buku terjemahan ‘Membuka Pintu Hati’—buku aslinya berjudul ‘Opening the Door of Your Heart’, sepertinya Yayasan Ehipassiko sudah berhasil mewujudkan harapan bagi para pembacanya untuk bertemu secara langsung dengan penulis buku tersebut.

Walaupun pembukaannya acara ini sempat terlambat untuk beberapa menit, namun Dhammatalk yang dihadiri oleh kurang lebih 2000 orang ini tidak membuat para pengunjungnya kecewa. Karena Tidak hanya membabarkan Dhamma saja, sesampainya di lokasi Ajahn Brahm pun dengan murah hati menyempatkan waktunya untuk melayani umat yang meminta tanda tangannya. Selain buku pertama dan keduanya yaitu ‘Mindfulness Bliss and Beyond’ yang juga diterbitkan oleh Yayasan Ehipassiko dengan judul ‘Superpower Mindfulness’, buku ketiga yang berjudul ‘Hidup Senang Mati Tenang’ pun laris terjual. Buku ketiga yang berisi kumpulan-kumpulan ceramah Ajahn Brahm ini sengaja diterbitkan Yayasan Ehipassiko secara khusus, oleh karenanya kita tidak akan menemukan judul asli dari buku tersebut. Sebenarnya apa yang membuat buku dan Dhammatalk dari Ajahn Brahm ini banyak diminati oleh para pembaca dan umat Buddha? Rupanya bhikkhu kelahiran 1951 ini memang memiliki karisma yang luar biasa. Selain senyumnya yang tak pernah berhenti, caranya menjawab pertanyaan pun sungguh di luar perkiraan. Di awal pembukaan Dhammatalk MoM Handaka selaku pendiri Ehipassiko Foundation sempat sedikit bercerita mengenai pengalamannya selama berkeliling kota di Indonesia bersama Ajahn Brahm. Beliau pernah mengajukan pertanyaan kepada Ajahn Brahm dan Ajahn Brahm menjawabnya dengan sangat luar biasa. Kurang lebih pertanyaannya seperti ini “Ajahn, apakah Anda Masih bisa marah?” Pertanyaannya yang sedikit nakal tersebut tak lain didasari oleh rasa penasarannya terhadap Ajahn Brahm yang sudah menjelaskan begitu terperinci mengenai [1]Jhāna-Jhāna dan [2]tingkat-tingkat kesucian di dalam buku keduanya. Pertanyaan yang sederhana namun sangat mengena, karena banyak pula para pembaca dan umat Buddha yang pastinya bertanya-tanya apakah benar Ajahn Brahm sudah mencapai tingkat kesucian tertentu. Lalu sambil menggeram, mata melotot dan mulut menyeringai lebar, Ajahn Brahm menjawab dengan begitu sederhana, “You must try very hard to make me angry”, yang artinya “Kamu harus berusaha dengan sangat keras untuk membuat saya marah”.

Dhammatalk yang berlangsung kurang lebih selama 3 jam itu sungguh memberikan pencerahan tersendiri bagi umat yang mendengarnya. Selain ringan dan mudah dicerna kisah-kisahnya juga dikemas dan diceritakan oleh Ajahn Brahm dengan sangat apik dan penuh humor. Tak heran jika semua pengunjung tertawa dan merasa terhibur. Jadi bukan hanya batin saja yang tercerahkan, fisik pun tersehatkan oleh senam tertawanya.

Oleh Selfy Parkit. Didedikasikan untuk orang tua, Friends dan semua Makhluk.



[1] . Tingkat konsentrasi yang diperoleh seseorang melalui meditasi.

[2] . Di dalam ajaran Buddha dikatakan ada 4 tingkat kesucian yang dapat direalisasi oleh setiap makhluk yaitu Sotapana, Sakadagami, Anagami dan Arahat.

Bangkai Tikus


Oleh Selfy Parkit

Kekesalan ini membawaku kepada kemarahan. Beberapa hari yang lalu di kamarku terjadi sesuatu yang menghebohkan. Di sore hari ketika aku sedang menikmati istirahatku tiba-tiba adik perempuanku berseru sambil memprotes dan memecahkan keheningan tidur soreku. “Bau..” begitu katanya, kamarku bau tikus mati alias bangkai tikus. Aku yang akhirnya terbangun dari tidurku berusaha dengan keras menarik nafas, mencari tahu kebenaran kata-kata adik perempuanku. “Mana, ga bau kok!”, seru ku sambil mengendus-enduskan hidungku. Lalu, karena sudah terbangun dari tidur, tak ada lagi yang dapat aku lakukan di kamarku selain berbaring. Namun karena bosan dan tak tahu lagi apa yang harus aku perbuat aku pun beranjak meninggalkan kamar tidurku dan lari ke ruang tamu. Aku duduk dengan tenang sambil menonton televisi acara reality show. Beberapa saat kemudian perut ini terasa lapar dan meminta jatah hariannya. Aku pun mengisi perut ini tanpa lagi memikirkan si bangkai tikus yang bau itu, yang sedang menyebarkan kebauannya di dalam ruangan kamarku yang cukup kecil itu. Selesai bersantap sore, sekali lagi aku diributkan oleh gerutuan-gerutuan adik perempuanku persoalan bau yang masih saja sama. “Kenapa masih saja menggerutu! Ya, dicari dong di mana bangkai tikusnya.” kataku sambil menghampirinya. “Besok aja, udah sore ribet.” Jawab adikku enteng. “Kalau ntar mau tidurnya bau-bauan, ya udah!” seruku cuek. Lalu ketika berpikir sejenak, adikku ini pun masuk ke dalam rumah, dan tak lama kemudian ia pun berteriak memanggilku, “Kak, cepetan sini bantuin aku dong!” Ternyata seketika pikirannya pun berubah, tak mau menunggu waktu yang ada untuk menyelesaikan permasalahan bau yang mengganggunya. Apalagi tidur bersama dengan bau yang menyengat dan membangkitkan selera untuk marah-marah menyalahkan tikus yang sudah mati itu.

Sedikit demi sedikit dan satu persatu dikeluarkannya barang-barang yang ada di kamar tempat tidur kami itu. Mulai dari meja kecil, rak-rak buku, kardus-kardus bekas miliknya yang ternyata sudah tak terpakai lagi sampai dengan lemari yang kurang lebih isinya buku-buku dan barang-barang lainnya pun mendapat giliran untuk berpindah dari tempatnya. Setelah sebagian besar dari barang-barang tersebut sudah keluar dari kamar, seketika bau bangkai tikus itu pun sudah tidak tercium lagi di dalam kamar kami, melainkan pindah menyebarkan aromanya di ruang tamu tempat kami menaruh barang-barang tersebut. Sebagian dari orang-orang di rumahku mulai heboh, ada yang berpendapat ini dan itu, ada yang mengusulkan ini dan itu. Namun tak satu pun dari mereka yang turun tangan untuk membantu, karena takut akan melihat bangkai tikus yang jelas-jelas sudah tentu mati. Dengan gerutuan yang masih saja mendesis, di tambah lagi dengan rasa sedikit takut dan geli, adikku pun perlahan-lahan mencari-cari bangkai tersebut. Dibongkar dan dipisahkannya barang-barangnya yang sudah tak terpakai itu untuk dikumpulkan. “De, lebih baik barang-barang yang tak dipakai itu dibuang saja, atau kalau ada barang yang masih layak pakai tapi tidak dibutuhkan lagi lebih baik dikasih orang saja!” teriakku sambil membersihkan barang-barang yang ada di dalam kamar dan merasa kesal mendengar gerutuan-gerutuan adikku yang tak ada habisnya itu, ‘Bukannya di cari malah menggerutu terus’ pikirku. Saat itu kemarahan pun mulai timbul dan hampir memecahkan pengendalian diriku. Terlebih lagi melihat kamar kami yang memang agak sedikit berantakan karena sudah lama tidak mengalami pembersihan besar-besaran membuat beban pikiranku semakin bertambah. Mengapa selama ini masing-masing dari kami selalu saja melemparkan tugas dan tanggung jawab untuk membersihkan kamar tersebut, saat itu aku mulai menyesalinya.

Satu persatu barang yang sudah tak bermasalah dan tak ada bangkai tikus di dalamnya dimasukkan kembali ke dalam kamar, begitu juga dengan barang-barang yang tak terpakai, dikumpulkan dan dibuang ke dalam tong sampah. Dengan begitu akan semakin mudahlah pencarian bangkai tikus kami. Sampai akhirnya teriakan histeris pun terdengar di tengah-tengah ruang tamu. “Ah..ah.. ka, ini-ini bangkainya sudah ketemu!”, seru adikku sambil meringis kegelian dan menunjuk-nunjuk ke arah bangkai tersebut. Bangkai dari anak tikus yang baunya dipermasalahkan itu bersembunyi di dalam keranjang tumpukan pakaian kotor. Seketika rasa kesal kami pun lenyap bersamaan dengan dibuangnya bangkai tikus kecil yang menyebarkan bebauannya itu, sebau rasa kesal kami yang akhirnya menyebabkan kemarahan. Dengan begitu, kamar kami pun terbebas dari bau-bau yang menyengatkan. Namun, tidak dengan pikiran kami yang masih suka terusik dengan kekesalan dan kemarahan hanya karena bau dari bangkai seekor tikus.

Sesungguhnya bangkai tikus itu seperti kekotoran batin di dalam diri kita yang harus dibersihkan. Untuk membersihkannya kita harus sabar dan perlahan-lahan mencari tahu dan mengenali si kekotoran batin tersebut hingga akhirnya bisa kita bersihkan yaitu dengan belajar dan berlatih atau mempraktikannya. Di dalam pelatihan dan pembelajaran itu, kita akan banyak menemukan hal atau ajaran dan orang-orang yang akan memberikan petunjuk dan saran-saran. Akan tetapi, tak banyak dari mereka yang bisa dan mau turun tangan untuk membantu kita dalam membersihnya. Kita sendirilah yang harus lebih giat berusaha dan tidak selalu menggantungkan diri terhadap makhluk lain. Selain itu juga akan ada banyak ajaran-ajaran yang mengaku kebenaran, yang mendorong kita untuk berpikir lebih bijaksana. Hingga akhirnya kekotoran batin tersebut bisa kita buang dari batin ini dan kebahagiaan pun akan datang mengisinya. Namun, jangan sampai bau dari bangkai tikus itu kembali merusak kebahagiaan kita.

Thanks to My MoM&Friends

SEMINAR SEHARGA DUA SETENGAH JUTA


15 Mei 2009, gw ditawarin ikut seminar seharga 2,5 juta dari temen gw Sinato. Melihat harganya otomatis gw jadi penasaran dan pengen banget ikut seminar itu (maklum ga pernah datang seminar yang mahalnya sebegitu..haha..). Eh… sayangnya seminar itu diselenggarakan pada tanggal 29 s/d 31 Mei 2009, yang kebetulan tanggal 29 Mei itu adalah hari Jum’at, yaitu hari terakhir gw masuk kerja dalam seminggu. Wah kalau gw bener-bener pingin mewujudkan niat gw, maka mau ga mau gw harus tidak masuk kerja pada hari itu dan ada 3 alternatif yang bisa dan harus gw lakuin tentunya. Alternatif pertama adalah gw harus bolos kerja, kedua gw harus izin dan tidak mengatakan alasan dan tujuan yang sebenarnya, dan alternatif terakhir adalah meminta izin dengan mengatakan yang sejujurnya (yang otomatis peluang kemungkinannya adalah ditolak. Hahaha…). Wah kalau begini bisa-bisa ga jadi ikut seminar seharga 2,5 juta neh. Awalnya gw emang males banget untuk minta izin ga masuk kerja Cuma buat ikut seminar doang. Tapi melihat price-nya and kesempatan yang belum tentu datang 2 kali, bikin gw memberanikan diri minta izin sama bos gw untuk ga masuk kerja. Sebenernya lagi neh, 3 alternatif cara yang harus gw ambil itu udah ada di otak gw. Tapi sekali lagi, gw yang ga pernah minta izin untuk urusan yang begituan, jadi ngerasa enggan buat ngelakuinnya (kalo ga ngerti ngelakuin maksudnya melakukannya haha..). Secara gw ga suka izin kerja buat urusan pribadi he..he…. Tapi saat itu gw bener-bener nekad, walaupun jujur gw ngerasa takut, nervous, and gelisah saat nunggu-nunggu kesempatan buat ngomong ma bos gw. Padahal seminar itu masih 2 minggu lagi, tapi gw pikir gw harus minta izin sekarang, karena pada dasarnya gw enggan dipenuhi pikiran yang gelisah setiap harinya hanya karena ingin mengatakan sesuatu yang pada akhirnya harus gw katakan juga (he..he.. kan goblok itu namanya hahaha…).
So, saat itu keputusan untuk tidak masuk kerja selama 1 hari sudah dibulatkan, tapi sekali lagi cara apa yang harus gw ambil??? Kalau bolos, gw rasa itu adalah alternatif dan cara tergila yang pernah gw pilih. Karena jujur aja.. gw ini termasuk orang yang ga enakkan kalau bolos. Jangankan bolos kerja, bolos sekolah aja langka banget (he..he.. gw kan masih lugu.. we..hwek.. mo muntah rasanya ngedengernya ya!! Haha.. makanya gw agak-agak kuper..hahaha). Cara yang memungkinkan gw ambil adalah alternatif kedua dan ketiga. Minta izin dengan mengatakan yang tidak sebenarnya, alih-alih kemungkinan besar disetujui sudah di depan mata, yaitu dengan alasan urusan keluarga kek, sakit kek, dan lain sebagainya (wah hebat bener pikiran picik gw, he..he.. bisa ngarang ampe yang ngga-ngga segala ha..ha..). Kemudian pilihan atau alternatif ketiga yaitu dengan mengatakan alasan yang sebenarnya, dan gw tau pasti bos gw ga akan kasih izin untuk ga masuk dengan alasan yang beginian. Sudah tentu temen-temen gw pun tahu hasil yang mungkin gw terima kalau gw pake alternatif yang terakhir tersebut. Makanya, rata-rata dari mereka nyaranin gw buat ngelakuin cara yang kedua yaitu minta izin dengan alasan keluarga dan sebagainye… Gw yang ga pernah ngelakuin itu sama bos gw (ha..ha.. innocent ;P masa seh.. yang bener loooo..) otomatis ngerasa takut dan ga enakkan, apalagi kalo gw disuruh bohong, wah keringet dingin gw udah ngucur duluan tuh. Ha..ha… untungnya ada 1 orang temen gw yang meyakinkan gw kalau ada kemungkinan gw bakal diizinkan bos gw dengan mengatakan alasan yang sebenarnya. Alasan yang dikatakan temen gw yang satu ini nampaknya cukup masuk akal juga dan menambah keyakinan serta keberanian gw buat ngomong sama bos gw. Akhirnya dengan segala konsekuensi yang ada, gw menemui bos gw dan menyatakan maksud dan tujuan gw, tentunya dengan mengatakan alasan dan tujuan sebenarnya.
Benar saja apa yang gw prediksikan akhirnya terjadi. Walaupun sudah berkata jujur, tetap saja izin untuk tidak masuk kerja dengan alasan ikut seminar guna pengembangan karakter diri tidak berhasil. Awalnya bos gw dengan telak menolak permintaan izin gw, karena selain alasannya kurang penting, ternyata pada hari yang sama ada salah satu guru yang juga izin untuk tidak masuk. Setelah berkata beberapa kata, ternyata bos gw juga cukup bijaksana dalam hal ini, dan gw paham benar posisi dia sebagai seorang bos. Kalau saja gw saat ini diizinkan untuk ga masuk kerja dengan alasan pergi seminar atau alasan-alasan lain yang katakanlah tidak terlalu emergency, tentunya nanti akan ada banyak lagi pekerja-pekerja lainnya, yang juga meminta izin dengan alasan yang sama. And jika bos gw seandainya menyetujui izin gw, maka dia pun takkan pernah bisa berkata tidak kepada mereka-mereka yang juga meminta izin di masa yang akan datang. Karena toh bos gw akan dianggap tak adil dalam hal ini. Trus… kenapa kok gw bilang bos gw ini cukup bijaksana? Kan dia juga nolak permintaan gw! Eh… tunggu dulu, sebenernya dia ga nolak permintaan izin gw mentah-mentah kok. Awalnya gw pikir putuslah sudah harapan gw buat ikut seminar seharga 2 setengah juta ntuh, namun setelah bos gw mengajukan beberapa pertanyaan dan pernyataan, ternyata kejujuran gw ga sia-sia. Pada dasarnya dia setuju kalau gw ikut dan hadir dalam seminar itu, hanya saja dia ga bisa memberikan izin secara formal, yang tentunya ada konsekuensi yang harus gw terima kalau gw ga masuk pada hari itu (potong gaji – potong gaji dah… hahaha… nasib..nasib.. hehehe..). sebagai seorang bos dia pun benar-benar memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan para karyawannya. Sampai akhirnya keputusan yang dia berikan kepada gw adalah dia tidak bisa melarang gw untuk tidak pergi dan juga tidak dapat memberikan izin untuk tidak masuk kerja. Hmmm.. namun, pada dasarnya dia menyetujui keputusan gw untuk hadir dalam seminar itu (baik kan bos gw!!! Hore.. ikut seminar.. ikut seminar.. gratisan .. hahaha…) walaupun kemungkinan ada potongan gaji dan lain sebagainya, gw tetap saja menghormati keputusan bos gw. Terlebih lagi gw berterima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang dia berikan buat gw. Seketika gw jadi tambah bersemangat dalam berkerja, dan yang terpenting gw sudah lega karena telah mengatakan serta mengungkapkan maksud dan tujuan gw dengan sejujur-jujurnya. Thx Bos!
Selfy Parkit’09