Kamis, 18 Juni 2009

Indahnya Memberi

Indahnya Memberi

Dapat memberi itu indah ya? Kebahagiaan dari memberi sungguh tak terkira. Tak ada kata yang tepat untuk dapat melukiskan betapa bahagianya perasaan dari seseorang yang memberi. Kita menyebutnya berdana, namun kadang kala jika kita mendengar kata “Berdana” yang ada dipikiran kita adalah memberikan materi kepada makhluk lain.

Sebenarnya berdana bukanlah sekedar memberikan materi saja. Ada banyak sekali bentuk dana yang dapat kita berikan kepada makhluk lain, bukan saja yang berbentuk nyata/ konkret tapi juga yang tidak dapat dilihat/ abstrak. Contohnya dengan tenaga, memberikan ceramah Dhamma, nasehat dan memberikan maaf. Entah berbentuk ataupun tidak berbentuk, sedikit ataupun banyak, berdana (memberi) dengan tulus dan iklas, pastinya dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan yang instan/ langsung bagi si pemberinya.

Kalau tak percaya cobalah berdana secara tulus dan iklas saat ini, pasti sekarang ini kita dapat merasakan kebahagiaannya.

Berusaha Menerima

Berusaha Menerima

Teman-teman sekolahku sering sekali menertawai dan mengejek ketidakmampuanku dalam melafalkan kata dalam bahasa Inggris. Kekesalanku atas ejekan mereka lebih banyak membuatku menderita dibandingkan ketidakmampuanku ini. Rasanya ingin sekali berontak, namun karena tak enak hati, niat itu pun kupendam dalam hati. Apakah aku merasa bahagia? Tentu saja tidak! Apalagi ejekan itu terus berlangsung dari hari ke hari. Lama kelamaan meledaklah semua pendaman emosiku selama ini. Akhirnya, keluarlah kata-kata sudah aku pendam selama ini.

“Berhentilah menertawai dan mengejekku!” Tetapi apa yang terjadi? Ejekan bukan mereda, malah makin menjadi. Akhirnya, karena merasa lelah, aku pun pasrah dan tidak lagi berusaha menolak apa pun yang mereka katakan, malahan aku ikut menertawai kebodohanku sendiri. Lalu, apa yang terjadi? Bukan kekesalan ataupun ketidaknyamananlah yang aku rasakan saat itu, tetapi rasa lega dan bahagia.

Pelajaran: Menerima sesuatu apa adanya membuat hati kita damai.

Maju Terus

Maju Terus

Beberapa waktu lalu, impian kami untuk membuat film produksi sendiri sempat pupus karena seseorang harus keluar dari tim, dan pergi meninggalkan setumpuk pekerjaannya yang belum selesai. Parahnya lagi orang ini adalah pemeran utama sekaligus sutradara yang tidak mungkin digantikan posisinya. Kesedihan para kru saat itu memang tak dapat dielakkan lagi, begitu pula dengan rasa kecewa yang mendera kami karena merasa telah melakukan pekerjaan yang sia-sia.

Hal ini pun tidak hanya dirasakan oleh para kru, tetapi mungkin juga oleh semua teman kami yang memiliki harapan besar untuk berlangsung dan suksesnya sebuah impian. Namun, dari semua kegagalan akan selalu ada pelajaran dan sebuah harapan baru yang menanti untuk kami raih. Mengapa tidak kami sambut dengan hati ceria? Sepertinya motivasi itulah yang akhirnya mengisi semangat para kru kami, hingga akhirnya film itu berhasil kami selesaikan pada waktu yang telah ditentukan.

Pelajaran: Jangan pernah menyerah sebelum mencoba.

Jujur atau Bohong

Jujur atau Bohong

Teman saya meminta saya untuk menghadiri sebuah seminar seharga + 2,5juta gratis. Tentu saja hal itu memaksa saya untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk mendapat ijin tidak masuk kerja pada hari jum’at, karena seminar itu diadakan selama 3 hari yaitu jumat sampai minggu.

Banyak dari teman saya yang mengusulkan untuk ijin saja dengan alasan urusan keluarga ataupun sakit, karena dengan begitu ijin sudah tentu dapat. Saya yang tidak biasa berbohong merasa tidak enak, namun usulan itu hampir saja memengaruhi saya. Untungnya ada seorang teman yang meyakinkan saya bahwa tak ada salahnya berkata jujur, lagi pula tujuan dari seminar tersebut untuk pengembangan diri. Seketika keyakinan muncul di dalam diri saya, bergegas saya menemui bos saya dan menyatakan maksud hati. Memang hasilnya saya tidak mendapatkan ijin secara resmi dari pihak sekolah, tapi bos saya malah mendukung saya untuk menghadiri seminar tersebut.

Pesan moral : Kejujuran membawa hasil yang tak terduga.

My Daddy

Hari ini mungkin akan jadi hari bersejarah buat saya, karena ga tau kenapa saya mo menulis sesuatu hal yang sifatnya amat pribadi banget buat saya. Tapi ini sebuah kenyataan yang ga bisa dipungkiri, karena suatu saat setiap orang yang mengenal saya pun akan mempertanyakan kebenarannya, dan akhirnya tau tentang kenyataan yang ada pada saya. Mungkin bedanya kalo saya ga nulis artikel ini khalayak ramai tidak akan mengetahuinya, tapi apalah artinya diketahui ato tidak akan sama saja adanya. Awalnya saya agak ragu untuk mempublish tulisan ini, mengingat tulisan ini mungkin akan memberikan luka bagi sebagian orang di dalamnya. Namun, karena saya rasa bukan saya saja yang mengalami kejadian serupa, maka dengan pikiran yang positif saya berharap tulisan ini malah bisa bermanfaat bagi orang banyak, terutama buat orang2 yang merasa dirinya kesepian dan menderita karena sesuatu ato bahkan mengalami kejadian seperti apa yang saya alami. So, untuk ayahandaku, adikku dan mamaku tercinta yang saat ini ada di dalam kehidupanku, maafkanlah diriku yang telah lancang menceritakan semua yang telah lalu.
Aku berbeda denganMu dan yang Lain

Sekilas memang nampak sama, warna kulit, bentuk wajah, dan ukuran tubuh. Ya saya memang mirip dengan orang-orang di sekeliling saya, tapi nyatanya saya beda. Karena semua yang ada cuma dimirip-miripkan saja alias kebetulan ada yang sama antara saya dengan adik-adik saya. Tapi Anda ternyata salah besar… saya ini berbeda dari adik-adik saya, apalagi kalo ada temen-temen ato orang lain yang main ke rumah pasti pertanyaannya ‘kok muka lo beda ya sama adik-adik lo’ (maksudnya ade saya yang cakep, saya yang kebagian jeleknya haha). Tapi ini asli beda banget, warna kulit adik-adik saya dua-duanya hitam manis (terutama ade saya yang kedua itu nyata hitamnya, seperti orang India) sedangkan kulit saya berwarna putih. Tapi untungnya pertanyaan-pertanyaan itu bisa saya jawab dengan sangat lugas dan jelas, saya tinggal bilang saja kalo saya mirip nyokap yang kebetulan punya bentuk muka dan warna kulit serta ukuran tinggi badan yang sama dengan saya. Karena ga mungkin banget kalo saya bilang saya ini mirip bokap yang warna kulitnya hitam, tinggi besar dan berwajah sangar dengan tato di kedua punggung lengannya Secara dengan wajah saya yang imut ini, tidak akan ada juga orang yang bilang kalo saya mirip sama bokap saya (ha..ha.. sori ya Beh.. anaknya PD sedikit he..he..). Ya Anda benar… eit tunggu dulu saya bukan anak pungut kok. Saya asli anak nyokap saya 100 persen, tapi bokap saya yang sekarang ini memang bukan bokap kandung saya.

Childhood, Peran Pengganti

Kenyataan saya sebagai anak tiri memang saatnya harus saya akui dan saya terima dengan lapang dada. Rasanya saya pun tidak perlu malu mengungkapkannya kepada publik dan teman-teman sekitar saya mengenai keadaan saya yang sesungguhnya. Dengan begitu saya bisa menerima bokap dan diri saya apa adanya. Mungkin dulu saya belum bisa menerima kenyataan ini mengingat apa yang saya alami begitu menyakitkan bagi saya. Di balik keceriaan saya, ternyata mungkin dulu saya ini memang anak yang terlalu sensitif, ya jadinya keadaan yang saya alami itu benar-benar memengaruhi mental saya saat itu. Saya ditinggal oleh bokap kandung saya (mereka sudah menikah), semenjak saya belum dilahirkan dan masih di dalam kadungan nyokap. Saat itu nyokap menjalani hidupnya seorang diri untuk menghidupi saya hingga saya besar (Thanks ya Mom you’re the best). Untuk memenuhi kebutuhan, nyokap bekerja di luar kota dan saya terpaksa diasuh oleh nenek saya selama kurang lebih delapan tahun lamanya. Ketika saya berumur sekitar lima tahun, nyokap saya menikah lagi dengan duda beranak tiga (karena dijodohkan), dia bokap saya yang sekarang. Mereka akhirnya menghasilkan dua orang anak perempuan yang jarak tempuhnya masing-masing berbeda jauh yaitu beda 6 dan 13 dengan saya, dan semua anak bokap tinggal dengan mantan istrinya yang sudah menikah juga lalu punya anak dari suaminya yang sekarang. Waktu itu jujur saja saya belum mengerti tentang konsep mengenai seorang ibu dan ayah dalam keluarga, yang saya tahu adalah nenek saya adalah orang yang dekat dengan saya dan yang paling saya sayang. Rasanya peran nyokap saya menjadi tidak terlalu berarti saat itu, karena yang saya rasakan adalah saya sudah mendapatkan peran itu dari nenek saya. Nyokap pernah cerita, jadi.. kalo dia pulang dari kota, saya cuma akan menghampirinya, dapet coklat darinya, trus pergi main lagi deh (anak durhaka.. Hihihi). Sama halnya dengan bokap saya yang sekarang, dulu saya hanya mengenal dia sebagai seseorang yang harus saya panggil dengan sebutan “Cecek”, katanya sih “Ciong” kalo panggil dia Papa. Lucunya lagi sebenarnya peran dia pun sudah saya dapatkan dari suami adik nyokap saya, yang nyata-nyata saya panggil dengan sebutan “Papa” bahkan sampe sekarang pun dia masih saya panggil “Papa” (sayangnya mereka sudah bercerai). Setelah menikah, nyokap saya ga perlu lagi bekerja di Jakarta, saat itu dia bisa tinggal bersama dengan saya. Tapi walopun ada nyokap, saya tetep lengket dengan nenek saya, secara saya sudah mengenal sosok seorang ibu pada dirinya sejak saya bayi (bahkan saya ingat kalo beliau pernah menyusui saya. Walo tidak ada ASI nya, tapi saya yang merengek pun akhirnya terdiam). Makanya tidur pun saat itu masih satu ranjang dengan nenek (saya panggilnya EMA). Oleh karenanya saya sama sekali tidak pernah merasakan bahwa mereka adalah kedua orang tua saya, sampai akhirnya nenek saya meninggal dunia di umur saya yang ke-sembilan tahun.
Terasing di Dunia

Sekembalinya nyokap di kehidupan saya, dengan seorang ayah baru ternyata tidak merubah keadaan saya menjadi seperti seorang anak pada umumnya. Saya masih sering bermain dengan nenek, dengan orang yang saya panggil Papa beserta kedua anak-anaknya. Namun, setelah kelahiran ade saya yang kedua saya sudah mulai tidur bareng di kamar nyokap (ini pun karena nenek kena sakit kanker payudara, jadi karena sedang sakit saya diungsikan untuk tidur dengan nyokap) dan kadang-kadang diajak makan bersama di restoran. Berbicara soal makan saya jadi inget kejadian yang sampe sekarang masih tertanam di dalam alam bawah sadar saya, dan sebegitu menyakitkannya bagi saya saat itu, sampai-sampai kalo saya ingat sekarang, tak terasa saya bisa mengeluarkan air mata dengan begitu mudahnya. Kisah-kisahnya memang cukup sederhana, tapi bagi seorang anak kecil yang sensitif dan merasa dirinya seorang diri, hal itu dirasakan amat menyedihkan dan membuat luka yang begitu dalam pada batinnya. Waktu itu nyokap dan bokap bersama dengan ade pertama saya makan di restoran ‘Kentuky Fried Chicken’. Sesaat hidangan yang dipesan pun tiba bersamaan dengan minuman di dalam botol yang diletakan bersebelahan dengan piring makan. Ketika sedang makan dan berusaha menyobek kulit ayam goreng yang dilapisi dengan tepung tersebut, si Selfy kecil tanpa sengaja menyenggol botol kaca yang berada di atas meja. Pyang… pecahlah botol minuman tersebut. Orang-orang di sekitar tempat duduk kami pun semua menolehkan mukanya ke arah kami, terutama ditujukan kepada seorang anak kecil yang imut dan lugu dengan wajah yang ketakutan. Kemarahan dan rasa malu pun saat itu meliputi wajah kedua orang tua saya. Saya lalu dimarahi habis-habisan, tidak hanya di restoran, di rumah pun saya masih kena sasaran dari sisa kemarahan dan sindiran-sindiran tajam perihal perbuatan memalukan karena memecahkan sebuah botol minuman mineral. Sepulang dari rumah, saya hanya bisa menangis di pangkuan nenek saya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Ternyata, tidak hanya makan di restoran saja yang membuat saya begitu sensitif dan merasa terasing di dunia, acara makan di rumah pun terkadang membuat saya meninikkan air mata di dalam hati. Namun bukan sebab perbuatan saya yang dianggap memalukan karena memecahkan barang, tapi karena saya merasa tidak diterima dan tidak layak untuk makan bersama. Ada kalanya bokap bilang pada saya ketika makan, ‘makannya jangan banyak-banyaklah, jangan ginilah, jangan gitulah, jangan..jangan..jangan..’ sedangkan ade saya boleh dan tidak dikomentari. Lalu dengan sorotan pandangan mata yang tajam kadang-kadang dia akan memarahi saya, jika saya melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan dirinya. (hiks.. hiks.. perasaan saya terlalu sensitif ya!!! Tapi itulah perasaan yang saya rasakan saat itu, sedih dan merasa tidak diterima). Parahnya lagi saya merasa nyokap saya dulu memang kurang perhatian dan kasih sayang terhadap saya dibandingkan sekarang dan beberapa tahun yang lalu. Hal ini membuat saya semakin amat sangat..sangat.. sangat terasingkan. Wajar aja sih, saya kan anak buangan dari orang yang pernah nyakitin beliau, dilahirkan saja sudah bersyukur. Jadi, kalo saya sedang bermasalah dengan bokap, nyokap bakal menyelamatkan dan membela bokap habis-habisan dibanding saya. Tetapi setelah saat ini saya renungi, saya menjadi mengerti kalo nyokap berbuat begitu juga demi kebaikan dan kasih sayangnya terhadap keluarga, serta untuk menyelamatkan pernikahannya yang kedua. Banyak kasus mengenai masalah saya dengan bokap, dari kecil hingga saya remaja dan semua kasus tersebut selalu dimenangkan oleh bokap dengan hasil saya yang harus terlebih dahulu meminta maaf, walaupun saya adalah satu-satunya korban dari kekerasan batin (kenapa saya bilang begini, karena dulu bokap kalo emosi suka lempar barang), Saya pernah dilempar dengan Lorry untungnya ga kena>). Kejadian itu terjadi ketika ade saya merasa kurang senang dan menangis karena saya bilangi dia supaya ga mengatakan kata-kata “goblok” kepada sepupu saya (padahal yang berantem ade saya dengan sepupuh saya, eh yang kena batunya malah saya.. hiks..hiks..). Mendengar tangisan ade saya, seketika Lorry yang lumayan besar pun melayang di depan mata saya. Otomatis saat itu perasaan saya terluka sekali, saya yang niatnya mo mandi, malah jadi keluar rumah dan mengasingkan diri duduk diam sambil menangis di dalam sebuah restoran yang sudah tutup di depan gang rumah saya. Dari sore sampai malam hari saya menangis seorang diri di sana. Di dalam kegelapan tempat tersebut, yang terdengar hanyalah isakkan tangis seorang anak kecil yang merasa dirinya terasingkan di dunia. Banyak saudara, para tetangga dan orang yang kenal dengan saya berusaha membujuk saya untuk pulang ke rumah. Namun keinginan untuk pergi jauh dan tidak pulang ke rumah membuat saya menghiraukan mereka. Karena sudah malam, mungkin nyokap juga sadar kalo anaknya belum pulang. Ditambah lagi banyak tetangga yang mungkin memberitahu nyokap di mana keberadaan saya, dan membuat nyokap akhirnya mendatangi saya lalu meminta saya untuk pulang. Saat itu Nyokap berbicara dengan nadanya yang kesal dan menyalahkan atas apa yang saya perbuat. Hal itu sungguh membutuhkan waktu yang agak lama bagi nyokap untuk memaksa saya pulang. Sedangkan bokap? Setelah saya sampai di rumah pun bokap tidak pernah meminta maaf atas apa yang dilakukannya.
Dunia ini hanya untuk Ade, Mama dan Cecek

Ketika kecil ada satu hal yang terkadang membuat saya berpikir kalo dunia ini ada hanya untuk Nyokap, Bokap dan Ade saya saja, dan saya tak termasuk di dalamnya. Terlebih lagi pada saat saya bermasalah dengan ade saya dan buntut-buntutnya saya yang harus dipersalahkan. Namun, tak menjadi masalah dan bukan itu yang menyakitkan, kata-kata ade saya lah yang kadang-kadang lebih menyakitkan dan lebih tajam daripada pisau. Kalo dia merasa marah, dia akan bilang “Ini punya Papa saya, ato ini Papa saya yang beli, ato bla bla bla bla…” (Ternyata saya bukan saja sensitif dengan bokap dan nyokap saya, tapi rupanya saya pun sensitif dengan ade saya yang masih kecil itu dan belum tau dengan apa yang sedang diomonginya itu. Walupun dia tau saya ini bukan anak dari bokapnya, tapi masa iya dia punya niat buat nyakitin hati saya). Keadaan-keadaan seperti itulah yang akhirnya membuat saya sempat berpikir bahwa saya seharusnya tidak ada dan tidak dilahirkan di tengah-tengah keluarga ini. Saya ingin lari jauh dari rumah, saya ingin pergi, namun untungnya saya anak cewe yang ga berani nekad dan masih memikirkan orang lain. (lagian mo pegi ke mana? Tapi hal ini tidak pernah menghentikan pikiran saya untuk berniat minggat pergi dari rumah). Kejadian demi kejadian membuat saya dan kedua orang tua saya jadi jarang berkomunikasi, khususnya urusan pribadi ataupun berkisar dengan perasaan. keadaan ini membuat saya menjadi menutup diri kepada dunia luar dan berdampak kepada perkembangan mental saya yang susah dalam mengutarakan serta mengungkapkan kemauan dan isi hati. Karena itulah ada satu titik di mana saya jadi kurang bisa bergaul dengan orang lain ataupun teman-teman sebaya saya saat itu. Namun sifat saya yang pada dasarnya periang dan humoris, kadang-kadang bisa menutupi luka batin saya, jadi pada momen-momen tertentu saja saya tidak selamanya bermurung durja.
Menerima Kenyataan dan Diriku Apa Adanya.

Perseteruan antara saya dan bapak tiri saya ternyata terus berlanjut hingga saya remaja, namun kali ini saya menjadi semakin bandel dan sedikit tak mendengarkan larangan bokap saya. Walopun begitu, urusan prestasi sekolah saya tetap menjadi nomor satu bagi saya. Bokap saya memang keras dan pemikir yang brilliant, namun sayangnya kurang sesuatu di dalam dirinya, yaitu kurang usaha, cinta dan kasih sayang serta sedikit egois. Walaupun begitu, pernah suatu ketika dia terbuka dan menangis menceritakan masa kecilnya kepada saya. Saat itu saya habis dimarahi karena pulang larut malem dari suatu kegiatan, mungkin karena merasa kesal dengan saya yang tidak mo mendengarkan nasihat dia untuk keluar dari kegiatan, maka menangislah kami berdua ketika dia memarahi saya dan mengingat masa-masa kecilnya. Kehidupan masa kecil bokap saya ternyata jauh lebih memprihatikan dibandingkan dengan keadaan saya saat itu. Dia lahir tanpa kasih sayang dari seorang ibu bahkan tanpa mengenal bagaimana dan siapa ibunya. Dia pun dibesarkan di keluarga orang lain, yaitu kakak tiri dari ayahnya. Dia sudah biasa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri, bahkan sedari kecil. Mendengarkan kisahnya itu membuat saya sedikit memahami beliau, kalo selama ini beliau pun merasa kesepian dan ketakutan seperti saya, hanya saja mungkin konteksnya yang agak berbeda. Kehidupannya di dalam keluarga yang tidak utuh dan pengalaman masa kecilnya membentuk dia yang sekarang, seseorang yang tidak bisa mengekspresikan cintanya kepada orang sekitar yang dicintainya. Kisah kehidupan saya dan bokap saya ini, ternyata bukan saja terjadi pada diri saya dan bokap saya. Tetapi, ada sebagian ato mungkin banyak orang yang juga mengalaminya. Kenyataannya masih banyak orang-orang yang mengalami keadaan dan penderitaan yang jauh lebih buruk daripada apa yang saya alami. Contohnya, beberapa waktu lalu di sebuah pelatihan seminar yang saya hadiri selama 3 hari, saya pun bertemu dengan seseorang yang keadaannya malah jauh lebih parah dibandingkan saya. Masalahnya kurang lebih sama yaitu masalah merasa tidak diterima oleh keluarga, walaupun kedua orang tua itu adalah orang tua kandungnya. Kasus-kasus semacam ini terkadang membuat saya menjadi tersadarkan dan merasa bersyukur atas apa yang saya miliki saat ini. Karena pada dasarnya label tidak memengaruhi kebahagiaan kita. Ingat saya, ada beberapa kejadian yang akhirnya membuat saya terharu dan merasa bokap sudah berubah, saat itu saya pun bersyukur karena memiliki orang tua seperti dia. Beberapa kejadian diantaranya adalah ketika saya mau mandi dan melihat seekor kodok di dalamnya, dengan spontan saya keluar dari kamar mandi dan menjerit karena geli. Pagi itu seketika Bokap saya dengan gagah berani masuk ke dalam kamar mandi dan bersusah payah mengejar-ngejar serta menangkap kodok tersebut demi saya. Di samping itu, Bokap pun penah aktif mengantar saya pergi kerja ke tempat yang letaknya lumayan jauh setiap paginya dengan sepeda motor, dan banyak lagi hal-hal yang membuat saya semakin berusaha untuk menyayanginya. Memang ada kalanya kita selalu berpersepsi, berpikiran dan memutuskan dengan apa yang kita pikirkan. Hal-hal ini membuat kita terkadang merasa menjadi seseorang yang paling menyedihkan dan menderita di dunia ini. Perasaan-perasaan inilah yang tak hentinya membuat kita memusuhi dunia di sekeliling kita, dan karena itulah mata hati kita terkadang tidak terbuka oleh perubahan-perubahan yang sudah terjadi di hadapan kita. Kesalahan-kesalahan memang akan terjadi di dalam kehidupan kita, namun sebuah kenyataan bukanlah sebuah kesalahan yang sekonyong-konyong hadir di dalam kehidupan kita. Semua itu tentu terjadi karena adanya sebab. Untuk itu, kenangan-kenangan buruk yang terjadi di masa lalu hendaknya menjadi sebuah inspirasi dan pelajaran bagi kita untuk bisa menerima kenyataan apa adanya, dan tidak mengulangi kejadian serupa kepada anak-anak kita ataupun orang lain di dalam kehidupan kita. Pada dasarnya sebuah label tidaklah begitu penting, yang paling penting dari semua itu adalah ketulusan dan kualitasnya. Orang tua kandung ato bukan, tidak menjadi masalah, selama saling memberikan kasih sayang, perlindungan dan tanggung jawab secara tulus, maka Orang tua tIri pun menjadi lebih berarti dan baik daripada mereka yang kita anggap sebagai orang tua kandung namun tidak pernah ada dan memenuhi kewajibannya sebagai orang tua. Kenyataan-kenyataan yang menurut saya pahit di waktu lalu, ternyata memberikan saya suatu pelajaran bahwa saya harus menerima kenyataan dan diri saya apa adanya, serta tidak mengulanginya kepada orang lain dikemudian hari. Begitu pula halnya saya pun harus berusaha untuk menerima segala kekurangan yang ada pada diri bokap tiri saya di kehidupan saya saat ini.
Lihatlah di sekeliling kita tidak sedikit dari saudara-saudara kita yang mengalami traumatik serupa di dalam keluarga. Lihatlah di sekeliling kita tidak sedikit dari saudara-saudara kita yang mengalami penderitaan jauh lebih hebat dibandingkan dengan traumatik yang kita alami, seperti kelaparan, kehausan, tidak punya tempat tinggal dan membutuhkan uluran tangan serta kasih sayang dari kita. Lihatlah di sekeliling kita dan kita akan mengerti kalau penderitaan yang kita alami amatlah kecil di mata dunia.
Bagi saudara-saudaraku yang mengalami hal serupa atau bahkan lebih… cobalah untuk berusaha membuka lembaran hidup yang baru dengan menerima kenyataan apa adanya serta menerima semua kekurangan-kekurangan yang ada pada orang tua kita. Karena pada dasarnya mereka pun sama seperti kita mencintai dan membutuhkan cinta.
Thanks for my Mom, Dad and my Sisters, I Love You all…

With love,
Selfy Parkit
15th June 2009

Dokter-dokteran

Dokter-dokteran

Gw dan Novi yang asik ngobrol di pinggir jalan tempat parkir mobil seusai pulang kebaktian malam jum’at di wihara yang biasa kami kunjungi, menemukan obrolan yang menurut gw menarik. Obrolan ini bermula dari keingintahuan gw tentang adik Novi yang akan menjemput kami berdua. Malam itu memang malam yang tak biasa bagi gw dan Novi untuk diantar jemput oleh adik laki-lakinya, karena kebetulan mobil Novi memang harus dibedah dan diotak-atik ma bokap gw, tak tahu apanya yang sedang bermasalah. Pertanyaan yang gw ajukan ke Novi sebenernya sederhana dan tidak spesial, tapi tak tahu kenapa tiba-tiba buntut-buntutnya kita berdua malah nyambung ke obrolan tentang masa depan yang bukan-bukan. Novi bilang kalau adik ke-2 nya ini ngambil jurusan kedokteran, seketika gw terperangah ga percaya. Bagaimana tidak, Om-nya seorang dokter umum dan sudah buka praktik di rumahnya (dokter pribadi gw neh..hehe..), Novi sendiri juga seorang dokter yang baru lulus setahun lalu dan sekarang sudah bekerja di salah satu perusahaan di daerah Serang. Beberapa saudaranya pun ada yang beberapa mengambil jurusan kedokteran. Trus adiknya pingin jadi dokter juga??? (Wow keren… padahal adiknya ini seneng banget main game dan ga disangka pingin juga masuk kedokteran yang pelajarannya ngejelimet dan bukunya tebel-tebel, apa sanggup ya dia…??? Hehehe…. hahaha….). ‘Tapi itu hal yang bener-bener keren’ kata gw ke Novi. ‘Kan suatu hari lo bisa bikin Rumah Sakit sendiri Nov, and dokter-dokter di dalamnya itu adalah keluarga dan saudara-saudara lo semua. Om lo dokter umumnya, Lo bakal jadi dokter spesialis kandungan adik lo bagian neurology trus adik lo yang paling kecil bakal jadi dokter anak ” Gurau gw sambil mengusilinya. Novi cuma bisa ikutan tertawa sambil nambah-nambahin dan nimpal-nimpalin guyonan gw.
“Suatu hari gw juga mo buka Rumah Sakit, tapi Rumah Sakit gw Rumah Sakit batin. Kan jadi pas tuh, lo punya Rumah Sakit yang ngobatin penyakit fisik, gw punya Rumah Sakit yang ngobatin masalah penyakit batin (haha…)”. Kata gw lagi sambil iseng-iseng berandai-andai ke Novi. Trus akan ada dokter-dokter batin di dalamnya, dan gw akan memilih orang-orang yang akan bekerja di Rumah Sakit gw. Di sana akan ada Willy Yanto Wijaya dan Willy Yandi Wijaya ditambah adik-adiknya yang tentunya akan cocok jadi spesialis yang berbeda. Khusus untuk Willy Yanto, gw bakal tempatin dia di bagian spesialis karir pendidikan dan pekerjaan yang gw rasa cocok banget dengan pengalaman dia selama ini. Jadi kalau ada pasien yang prustasi gara-gara hal begituan, maka pasien tersebut akan langsung berhadapan dengan dr.Willy Yanto (hehe.hehe..). Untuk adenya, si Willy Yandi, rasanya dia cocok untuk spesialis konsultasi seks (ha..ha..) dan masalah-masalah tentang pikiran (apa ya?? Gw bingung juga nempatin dia di bidang pikiran, yah pokoknya yang berhubungan dengan penelitian intelektual dan pemikiran). Trus adik-adiknya yang lain tentunya akan gw tempatkan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dokter berikutnya adalah ko Wedyanto, yang satu ini udah gw siapkan tempat yang khusus buat dia. Dokter ini akan secara penuh mengabdikan dirinya sebagai dokter spesialis masalah percintaan (he.he.he.. sesuai dengan bidangnya yang selama ini dia geluti..haha..ha..). Mulai dari bagaimana dapat pacar, bagaimana nerimo atau nolak dengan sehat, bagaimana nembak (mati donk) atau mutusi pacar secara sehat, sampai dengan ngejalaninnya dengan beeeneeeerrr. Semuanya bisa dikonsultasikan ma dokter yang satu ini (Pokoknya udah dalam bentuk 1 paket haha..ha..). Jadi bagi pasien yang punya penyakit batin perihal begituan, ya tinggal gw arahkan saja langsung ke ruangannya (Tenang ruangannya pasti ber AC.. haha… AC alam untuk menyelamatkan dunia dari global warming ha..ha..sori ya ko fasilitasnya saya batasi wkwkwk..). Trus ada lagi neh dokter yang bakal kerja di Rumah Sakit gw, siapa lagi kalo bukan Si MoM Handaka. Wah dokter yang satu ini bakal jadi spesialis Rumah Tangga dan masalahnya. Maklum diantara dokter-dokter gw yang lain Cuma dia aja yang udah married dan tau banyak mengenai masalah perumah tangga (tapi kok si Willy Yandi tadi gw kasih urusan seks ya?? He..he.. ga apapa lah.. yang satu itu khusus urusan seks yang berbeda.. hahahaha….)
Kemudian tak lupa juga akan ada dokter-dokter yang khususnya menangani guru-guru spiritual. Eit..jangan salah loh ternyata bukan umat awam saja yang punya masalah dan penyakit batin, para bhikkhu dan guru-guru spiritual lainnya yang belum suci juga masih punya masalah-masalah batin. Tapi dengan level yang cukup agak berbeda tingkatan tentunya (he..he.. ga tau juga deh MUNGKIN ada juga yang setingkat atau bahkan lebih parah levelnya dari umat awam ha.ha..ha.) Nah untuk pasien yang satu ini, sudah pasti dokter yang menanganinya pun seorang spesialis yang tidak sembarangan dan dipercaya mampu meracik sedemikian obat yang diyakini mujarab untuk si pasien-pasien dengan taraf VVIP-nya (biasa deh VVIP itu levelnya agak personal dan kadang penyakit-penyakitnya juga aneh-aneh bahkan susah diditeksi atau terditeksi..bahkan kadang ga tahu ato ga mengakui kalau dirinya sedang sakit hahaha..). Dalam hal ini gw akan menyarankan Bp. I Gede Prama untuk menjadi dokter spesialis yang khusus menangani para pandita dan penceramah-penceramah baik yang muda mau pun yang tua. Lalu untuk bhikkhu-bhikkhu dan para samana lainnya gw akan menempatkan Ajahn Brahm, Dalai Lama, Thich Nhat Hanh dan bhante Panynyaawaro sebagai dokter spesialisnya. Tidak lupa pula menempatkan Master Cheng yen dan Ayya Santini sebagai dokter spesialis bagi para Mechi, anagarini dan bhikkhuni (bhikkhuni-bhikkhuni lainnya yang akan datang juga ).
Wah gw rasa komplit sudah dokter-dokter gw, siapa lagi ya yang bakal gw pekerjakan (Eit.. enak aja dipekerjakan.. gw sanggup bayar berapa?? Wah mereka adalah pejuang-pejuang tanpa pambrih.. ga ada dan ga akan pernah cukup uang jenis apa pun buat menggaji mereka. Trus bayarnya pake apa donk, pake karma baik aja dah. He.he.he… Hari gini masih gratisan hahaha..) pokoknya lowongan untuk jadi dokter dibuka stiap saat, pasien pun bebas datang jam berapa pun yang mereka mau, dengan catatan dan syarat obat yang sudah dikasih kalau cocok harus diminum dan jangan hanya jadi penghuni lemari makan atau lemari baju saja.. hehehee..
Rasanya Rumah Sakit gw mungkin setiap harinya bakal penuh dikunjungi oleh pasien-pasien yang punya masalah penyakit batin. Maklum kondisi keadaan ekonomi dan lingkungan yang sekarang ini semakin modern dan serba bersaing kadang-kadang banyak membuat orang stres dan butuh berobat. Yah..yah.. gw rasa udah cukup kali ya gw menghayalnya (lama-lama gw ngelunjak lagi.. ha.ha.ha…) tapi yang jelas ini kan Cuma berandai-andai, jadi mohon maaf jika ada salah-salah kate ato ada pihak-pihak yang merasa disinggung/tersinggung dan lain sebagainya (he.he.. maklum penulis kecil yang satu ini memang suka berpikir yang aneh-aneh ha..ha.., jangan-jangan dan kayanya gw bakal jadi pasien pertama di Rumah Sakit gw sendiri ha.ha.ha.. ). Bagaimana pun nama-nama orang yang disebutkan tadi itu bener-bener memberikan inspirasi di dalam hidup gw. Walaupun gw hanya mengenal mereka lewat tulisan-tulisan mereka, atau hanya sekedar mengenal saja dan mungkin mereka malah ga kenal gw, tapi mereka adalah dokter-dokter batin yang luar biasa menurut gw (Setelah Buddha Gotama tentunya). Masih banyak lagi dokter-dokter batin yang lain di dunia ini yang belum sempat disebutkan namanya dan banyak memberikan inspirasi bagi dunia. Namun, kita pun selayaknya selalu menjadi dokter pribadi untuk batin kita sendiri, dengan selalu mengoreksi diri dan menyadari kesalahan sendiri serta mau makan obat (memperbaiki kesalahan diri). Layaknya menjaga kesehatan, atau menjaga mesin mobil sendiri biar nantinya kalau masuk Rumah Sakit atau bengkel ga rusak-rusak amat (ha..ha..). Semoga dokter-dokter fisik dan batin di dunia ini selalu berjuang tanpa lelah dan selalu memberikan warna kedamaian serta keindahan bagi alam semesta. Semoga Semua Makhluk Berbahagia…

21Mei 2009
Selfy Parkit